Blogger templates

Menulis Untuk Peradaban

Blogger news

Blogroll

About

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

About me

Ibu Rumah Tangga, Dosen, Pebisnis online, Blogger, Konsultan IndScript dan Anggota Institut Ibu profesional

Pages

Flickr Images

BTemplates.com

Kamis, 25 Juli 2013
1. UMKM di Indonesia:
-  Akses Permodalan
Permodalan merupakan salah satu kebutuhan penting yang diperlukan untuk memajukan dan mengembangkan UMKM. Pemerintah Indoneisa melalui kebijaksanaannya telah berupaya menyediakan berbagai skema kredit dan bantuan permodalan yang dibutuhkan UMKM. Namun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kredit permodalan yang disediakan Pemerintah tersebut sulit didapatkan oleh pengusaha kecil. Disatu pihak pengusaha kecil dengan keterbatasan modal sulit berkembang dan masuk ke dalam jajaran bisnis formal yang lebih besar. Pedagang-pedagang kecil sulit untuk memenuhi order dari pengusaha besar karena kesulitan dalam permodalan. Usaha kecil sulit memenuhi administrasi dan persyaratan perbankan seperti agunan dan jaminan lain yang dapat menghubungkannya dengan Bank. Di pihak lain sistem perbankan dan situasi perbankan dan situasi perbankan yang belum pulih di Indonesia kurang memberikan toleransi agar usaha kecil dapat akses dengan modal. Hal ini ditopang juga oleh lembaga pendukung seperti lembaga penjaminan dan lembaga pelayanan jasa kurang berkembang dan terkordinir untuk membangun situasi kondusif agar pengusaha mampu akses dengan permodalan, sehingga saling terkait satu dengan yang lain, hal ini salah satunya dikarenakan tidak adanya konsultan yang mendampingi seperti halnya UMKM di jepang. Selain itu pula kalaupun disetujui oleh lembaga keuangan dan modal tersebut cair, biasanya tidak cair 100%,kemudian bunga bank paling kecil di Indonesia adalah 16% per tahun.sedangkan di jepang bunga hanya 1 % saja.
b.      Akses teknologi dan informasi
Teknologi merupakan faktor penting yang menentukan kinerja dan bekelanjutan bagi usaha kecil. Pengembangan teknologi bertujuan untuk mengembangkan produksi menjadi lebih produktif, efisien dan dapat meningkatkan mutu yang pada akhirnya menghasilkan nilai tambah bagi setiap pelaku usaha. Sebagian besar UMKM di Indonesia masih dihadapkan pada kendala dalam informasi yang terbatas dan kemampuan akses ke sumber teknologi.
Selain itu juga lemahnya akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
UMKM Indonesia belum banyak yang memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam mempromosikan keunggulan kualitas produk UMKM ke konsumen.. Padahal, promosi melalui TIK, biayanya relatif terjangkau bahkan bisa gratis. Program pengenalan manfaat TIK pada pelaku UMKM perlu didukung oleh lembaga pemerintah seperti Kementerian Komunikasi dan Informasi, PT Telkom, kementerian teknis lain, serta pemerintah daerah. Demikian juga perguruan tinggi dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) informatika.
Alih teknologi baru ke UMKM juga mutlak dipercepat. Hal ini menjadi tantangan lembaga riset, perguruan tinggi, dan pemerintah. Dalam bidang usaha tahu tempe, misalnya, dari dahulu hingga sekarang relatif sama, yakni kurang memenuhi standar kualitas produk pangan. Teknologi baru belum banyak menyentuh usaha ini. Alih teknologi dari inkubator bisnis, lembaga riset, dan perguruan tinggi ke UMKM mutlak ditingkatkan. Perusahaan besar mutlak didorong membina dan memfasilitasi alih teknologi pada UMKM yang saling menguntungkan. Di beberapa Negara seperti Korea, Jepang, dan Taiwan model ini telah berjalan.
c.       Akses Pasar:
Masalah yang sampai saat ini masih perlu diperhatikan adalah kemampuan pengusaha UKM mengakses pasar yang lebih luas. Para pelaku UMKM di tanah air masih saja kurang memiliki informasi yang lengkap dan rinci , terkait pasar mana saja yang bis ditembus oleh produk yang dihasilkan. Sebagian besar para pelaku UMKM belum menafaatkan fasilitas teknologi informasi seperti internet, padahal internet adalah salah satu cara yang paling efektif dan efisien dalam memasarkan produk UMKM.  Sehingga, dengan lemahnya akses pasar, Produksi yang sudah cukup baguspun tetap tidak akan cukup menolong kelangsungan hidup UKM. Karena itu diperlukan langkah-langkah mengatasi masalah pemasaran produksi Usaha Kecil dan Menengah ini dari pihak pemerintah tentunya.
d.      Produk
UMKM Indonesia memiliki masalah terkait lemahnya Inovasi, terutama inovasi produk. Padahal, inovasi menjadi kunci utama memenangkan persaingan. Untuk sektor pangan misalnya, kemasan produk pangan dari Malaysia jauh lebih baik dan didesain menarik dibanding produk kita.
Di pasar swalayan dijumpai produk Malaysia bersertifikat mutu internasional, sedang produk UMKM kita tampil apa adanya. Meski produk berfungsi sama, variasi produk, daya tarik kemasan menjadi faktor pembeda yang mempengaruhi keputusan pembelian. Ini perlu disadari UMKM Indonesia dan segera dibenahi agar bersaing di tingkat global.
Berdasar data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) tahun 2011, usaha mikro 98,82%, kecil 1,09%, menengah 0,08%, dan usaha besar hanya 0,01%. Sementara itu, sumbangan sektor tersebut ke produk domestik bruto (PDB): usaha mikro 29,74%, kecil 10,46%, menengah 14,53%, dan usaha besar mencapai 45,27%. Ini menunjukkan kinerja UMKM belum sesuai harapan.
Meski sektor UMKM mencapai 99,99%, sumbangannya terhadap perekonomian nasional baru 54,73%. Kondisi ini tak lepas dari daya saing nasional. World Economic Forum (WEF) menempatkan indeks daya saing global Indonesia di peringkat 50 pada 2012. Dibanding anggota Asean, Singapura peringkat 2, Malaysia (25), dan Brunei Darusalam (25). Salah satu penyebabnya adalah minim inovasi. World Intelectual Property Organization (WIPO) mencatat indeks inovasi global Indonesia di posisi 100 dari 141 negara, sebelumnya di posisi 99 dari 125 negara. Posisi ini di bawah Malaysia (32), Brunei (53), dan Thailand (57).
e.       Kemitraan
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu : (1).Inti Plasma, (2).Subkontrak, (3).Dagang Umum, (4).Keagenan, dan (5).Waralaba.
Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kedua, yaitu subkontrak merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Pola ketiga, yaitu dagang umum merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
Pola keempat, yaitu keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
Pola kelima, yaitu waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.
Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah (1).meningkatkatnya produktivitas, (2).efisiensi, (3).jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas, (4).menurunkan resiko kerugian, (5).memberikan social benefit yang cukup tinggi, dan (6).meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional. Kemanfaatan kemitraan dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut.
Disamping itu, ada banyak prasyarat dalam melakukan kemitraan usaha antara UKM dan UB, diantaranya adalah harus adanya komitmen yang kuat diantara pihak-pihak yang bermitra. Kemitraan usaha memerlukan adanya kesiapan yang akan bermitra, terutama pada pihak UKM yang umumnya tingkat manajemen usaha dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang rendah, agar mampu berperan seabagai mitra yang handal. Pembenahan manajemen, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pemantapan organisasi usaha mutlak harus diserasikan dan diselaraskan, sehingga kemitraan usaha dapat dijalankan memenuhi kaidah-kaidah yang semestinya.
Kegagalan kemitraan pada umumnya disebabkan oleh fondasi dari kemitraan yang kurang kuat dan hanya didasari oleh belas kasihan semata atau atas dasar paksaan pihak lain, bukan atas kebutuhan untuk maju dan berkembang bersama dari pihak-pihak yang bermitra. Kalau kemitraan tidak didasari oleh etika bisnis (nilai, moral, sikap, dan perilaku) yang baik, maka dapat menyebabkan kemitraan tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berjalan tidaknya kemitraan usaha, dalam hal ini antara UKM dan UB, tergantung pada kesetaraan nilai-nilai, moral, sikap, dan perilaku dari para pelaku kemitraan. Atau dengan perkataan lain, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesetaran budaya organisasi.
f.    -   Sumber daya manusia
Kualitas sumber daya manusia (SDM) UMKM mutlak ditingkatkan. Sedikit sekali UMKM dijalankan anak muda. Golongan muda lebih mengandalkan ijazah untuk bekerja daripada mencoba berusaha sendiri. selain itu pula, sumber daya manusia UMKM sebagian besar memiliki pendidikan yang rendah. Dengan demikian, perbaikan kualitas SDM pelaku UMKM, menjadi tantangan tersendiri. Berbagai latihan ketrampilan, manajemen, dan diklat teknis lain sesuai kebutuhan penting diadakan periodik. Dalam jangka pendek, SDM diperkuat dengan pendampingan terintegrasi.
Paradigma berpikir para pelaku UMKM perlu diarahkan agar siap menghadapi persaingan global. Dalam jangka panjang perbaikan SDM dilakukan melalui pendidikan kewirausahaan sejak dini. Pendidikan formal di berbagai jenjang diberi muatan wirausaha. Penghargaan karya inovasi terbaik memberi daya tarik anak muda berinovasi memulai usaha. Berbagai upaya di atas diharapkan meningkatkan daya saing UMKM. Namun, ada masalah penting dan mendasar yang perlu segera diselesaikan pemerintah, yakni infrastruktur yang buruk, pasokan energi yang terbatas, proses perizinan usaha, dan kebijakan pajak yang penghambat tumbuhnya usaha.
g.      Harus segera melakukan reformasi perizinan usaha
Izin usaha di negeri kita masih berbelit. Pada 2012, Bank Dunia menilai kemudahan berbisnis di Indonesia di urutan 128 dari 185 negara. Di Singapura, izin mendirikan usaha hanya butuh waktu tiga hari, sedang di Indonesia 45 hari.
Reformasi perizinan mutlak dilakukan untuk mendorong UMKM di Indonesia cepat berkembang.
2. UMKM di Malaysia
a.  Akses Permodalan :
Pemerintah Malaysia memberikan fasilitas pembiayaan kredit bunga murah kepada para UKM. Skema pinjaman beragam, ada beri bunga sesuai bunga pasar, ada juga yang lebih rendah. "Pemerintah memberikan insentif 2% dari beban bunga yang dikenakan bank," kata Menteri Perdagangan dan Industri Internasional Malaysia Sri Mustapa Mohamed.
Ambil contoh, jika bank mengenakan bunga 6% untuk UKM, maka pengusaha UKM itu hanya membayar bunga 4% saja, tagihan bunga sisanya akan diminta perbankan kepada pemerintah. Baru-baru ini, lanjut Sri, Malaysia mengucurkan dana pembiayaan sebesar RM 500 juta untuk UKM yang siap masuk pasar.
b. Akses Teknologi dan informasi:
UMKM Malaysia dalam akses terhadap teknologi dan informasi masih mengalami kendala yang sama dengan UMKM di negara lain, yaitu teknologi tang tertinggal
c. Akses Pasar :
UMKM Malaysia sudah berhasil mengekspor 20 % dari total UMKM di Malaysia. Saat ini, jumlah UKM di Malaysia adalah lebih dari 80% jumlah total perusahaan. Dari sejumlah tersebut, 88% di antaranya masuk dalam kategori small-scale industry dan 12%  kategori  medium-scale  industry.  Produktivitas  UKM  ini  cukup  tinggi,  meskipun sumbangannya,  terhadap  perekonomian  hanya  sebesar  13,8%  dari  total  produksi nasional dan 17,4% dari segi tenaga kerja.
d. Produk :
Sebagian besar UKM masih berkonsentrasi pada sektor tradisional makanan dan minimum, produk metal, dan kayu serta produk kayu. Akan tetapi produk UMKM Malaysia memiliki inovasi yang bagus jika dibandingkan dengan produk Indonesia. Produk UMKM Malaysia sudah memiliki sertifikat mutu internasional.
e. Kemitraan :
Dalam menghadapi persaingan global yang melanda UMKM Malaysia, permerintah Malaysia tidak bersikap diam melihat kondisi tersebut. Melalui SME Corporation, Malaysia berupaya menjaga pengusaha UKM Malaysia bersaing di dalam negerinya, maupun pasar ekspor. Kemitraan dilakukan antara pelaku UMKM dengan UB dengan saling menguntungkan.
f. Sumber daya Manusia:
Sumbaer daya manusia masih menjadi permasalahan di malaysia dalam mengembangkan UMKM, pemerintah Malaysia lewat melalui perwakilannya di seluruh negara bagian memberikan penyuluhan dan edukasi kepada UKM. Pemerintah malaysia mengharapkan UMKM di Malaysia harus bisa membuat produk yang unggul dan inovatif yang bisa bersaing di pasar global.

2. UMKM di Jepang:
a.       Akses Permodalan
Dalam akses permodalan ke bank UMKM Jepang selalu didampingi oleh konsultan, karena semua usaha yang didirian di sana harus didampingi konsultan sejak awal karena usaha ini akan berhubungan dengan pihak bank sebagai penyedia jasa keuangan. Selanjutnya ketika semua sudah selesai dalam hal ini rencana usaha cashflownya baru mengajukan kredit dan kalau persyaratannya sudah jelas maka pencairan bisa dilaksanakan dengan standart dan konsultan yang ditunjuk akan terus mendampingi UKM tersebut secara berkelajutan sampai memang layak ditinggal.
tentang penjaminan dan bunga yang ada di Jepang, penjaminan akan dilakukan oleh pemerintah dengan bunga pinjaman 1 % per tahun.
b.      Akses Teknologi dan Informasi
UMKM jepang memliki kemampuan teknologi yang sangat maju, sehingga mampu mengembngkan produksi lebih produktif, efisien dan dapat meningkatkan mutu produk, sehingga pada akhirnya produk dapat berdaya saing dan bisa menghasilkan nilai tambah bagi para pelaku UMKM.
c.       Akses Pasar
Produk UMKM Jepang sudah memiliki orientasi ekspor dengan spesialisasi produknya
d.      Produk
UMKM di Jepang sudah melakukan spesialisasi produk, Misalnya hanya membuat busi saja. Sehingga Jangan heran busi kendaraan bermotor seperti Nippon Denso sebagian diambil dari UMKM binaan Nippon Denso sendiri.  Dengan pembagian tugas kerja dan spesialisasi tersebut, akhirnya sebuah usaha bersama menjadi besar, saling dukung satu sama lain. Sedangkan untuk kualitas yang baik, muncullah UMKM serupa agar persaingan dapat tercipta dan menimbulkan upaya kerja keras bersama supaya bisa saling bersaing dan hidup lebih baik.
e.       Kemitraan
Kebanyakan UMKM Jepang merupakan bimbingan perusahaan besar Jepang. Setelah maju dapat berdikari, lalu dilepas dan induk usaha membimbing UMKM lainnya yang masih perlu bantuan.
f.       Sumber daya manusia

Jepang memiliki Sumber daya manusia yang memiliki spirit kerja yang tinggi dan berkualitas mampu menggerakan UMKM pada taraf yang maju, hal ini disebabkan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para pelaku UMKM di jepang. Adanya konsultan-konsultan yang mendampingi, dan konsultan-konsultan ini telah mendapat rekomendasi dari Departemen pemerintah atau ODA sehingga kapasitas konsultannya sudah terjamin. 

1 komentar:

Fauzi Ahmad mengatakan...

Adakah referensi dari informasi diatas? Untuk buku atau artikel nya? Terima kasih.