Blogger templates

Menulis Untuk Peradaban

Blogger news

Blogroll

About

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

About me

Ibu Rumah Tangga, Dosen, Pebisnis online, Blogger, Konsultan IndScript dan Anggota Institut Ibu profesional

Pages

Flickr Images

BTemplates.com

Minggu, 30 April 2017


Saya yakin tidak ada seorang pun anak di dunia ini yang ingin memiliki Bapak  berwatak keras. Ya keras, bukan tegas. Tentu berbeda antara  sikap tegas dan keras. Banyak orang yang masih keliru dengan kedua kata tersebut. Parahnya sampai menyamakan artinya. Sejauh pemahaman saya, tegas itu gigih mempertahankan prinsip, disiplin, jika salah maka bilang salah dan jika benar maka bilang benar. Sementara sikap keras cenderung kepada sikap selalu ingin dituruti, walaupun itu salah, mendekati kepada sifat pemarah dan egois.

            Seandainya Tuhan memberikan kesempatan untuk memilih ingin diberi sosok Bapak seperti apa, maka dengan sigap saya akan mengusulkan bahwa saya tidak ingin memiliki Bapak yang seperti ini. Ah, tapi itu tidak mungkin. Kata orang syukuri saja apa yang Tuhan kasih. Kita tidak bisa memilih lahir dari keluarga dan orang tua seperti apa. Karena ini berada di wilayah yang tidak dikuasai oleh manusia. Jika kita kaitkan dengan pembahasan kajian Islam ini berada pada pembahasan Qodlo dan Qodar. Tapi saya tidak akan membahas masalah tersebut.
           Tidak dipungkiri, rasa iri yang menyeruak selalu muncul ketika melihat teman-teman lain begitu diperlakukan lembut oleh Bapaknya. Sementara saya, jangankan diusap-usap kepala, berbicara lembut pun tidak pernah. Pernah sekali waktu mencoba bertanya kepada Ibu, “kenapa Bapak seperti ini, Bu?” dan Ibu hanya menjawab, “ini sudah sikap Bapak mu, Terimalah saja,” jawab Ibu. bersyukur diberikan Ibu yang memiliki sikap lembut 1800 berbeda dengan sikap Bapak. Maka wajar jika kami lebih dekat dengan Ibu dibanding Bapak. Tuhan memang Maha Adil dalam memasangkan hamba-Nya.
            Satu hal kejadian yang paling saya ingat dan masih berbekas sampai sekarang. Bapak pernah melempar saya dengan sisir. Ini gara-gara saya mengingatkan Bapak untuk shalat Idul Fitri. Kala itu saya masih duduk di bangku SMP. Terbayang betapa terguncangnya mental kecil saya. Dalam mendidik pun sangat keras, entah apakah itu masih disebut mendidik atau bukan. Kata-kata kasar sering terlontar dari mulutnya. Jika ada sesuatu hal yang tidak seusai dengan keinginannya atau apa yang diinginkannya itu dituruti pasti marah. Tak jarang pula Bapak selalu membanding-bandingkan saya dengan anak tetangga yang lebih sukses menurut pandangan Bapak. Dan ini masih berbekas sampai saat ini. Ibarat sebuah paku yang sudah tertancap kuat pada sebongkah kayu. Sekalipun dicabut maka akan tetap meninggalkan luka.
            Hingga suatu saat dipuncak kekesalan, saya berdoa agar tidak diberikan jodoh yang sikapnya seperti Bapak. Dan subhanlloh, Tuhan mengabulkan apa yang saya panjatkan. Saya mendapatkan pendamping hidup yang memiliki sikap 1800 berbeda dengan Bapak.
            Mencoba untuk menelusuri dan mengambil hikmah dari setiap apa yang Tuhan gariskan. Ternyata benar tersimpan hikmah yang besar. Jika saya tidak memiliki Bapak seperti ini, tentu saya tidak akan sekuat ini dalam mengarungi kehidupan, tentu saya tidak akan begitu jeli memilih calon pendamping hidup. Ah, memang skenario Alloh itu akan selalu indah pada akhirnya. Tentunya jika kita mau berfikir dan bersyukur.  
            Namun, masih menjadi pertanyaan besar dan belum terpecahkan hingga saat ini adalah apa yang melatar belakangi Bapak seperti ini? Ah, sepertinya tak perlu lagi mencari alasannya. Sekarang terpeting bisa maksimal merawat dan berbakti disisa usainya. Sekuat tenaga untuk mengobati sayatan luka akibat tancapan paku yang pernah tertancap. Memohon kepada-Nya Yang Maha membolak balikan hati manusia.

ALUMNI_SEKOLAHPEREMPUAN
#SekolahPerempuan

           


        



           

0 komentar: