Menulis untuk Peradaban

Tidak terasa ternyata saya sudah mendampingimu  selama 1 Tahun 4 Bulan.
sungguh waktu yang  tidak singkat.
tapi entah kenapa saya merasa waktu begitu singkat berjalan.


Rasanya baru kemarin kamu datang serombongan dari  Kota Bandung untuk mengkitbah ku.
Kamu berbicara dengan orang tuaku dengan penuh keyakinan dan kemantapan hati.

Saat itu, saya hanya tertunduk malu. perasaan campur baur. air mata bahagia rasanya ingin tertumpah ruah.

Hingga pertanyaan dari mama kiyai yang kebetulan menjadi wakil dari keluargaku tidak terdengar. hingga harus diulang dua kali.
Saya terdiam, membisu. entah bingung apa yang harus saya jawab.
semua mata tertuju kepada saya. semuanya menunggu jawaban saya.
akhirnya dengan gerakan malu-malu saya mengangguk.

"Bismillah...Insya Allah saya menerima", jawab saya pelan.
"Alhamdulillah..." semua orang mengucap syukur.

Jawaban itu sebenarnya bukan jawaban yang baru saya pikirkan saat itu.
tapi jawaban itu sungguh sudah saya peroleh dengan mempertimbanglan matang-matang sebelumnya.
saya meminta masukan dari berbagai pihak. dari ibuku, musrifahku (Ummu Hisyam Affan) dan teman-teman dekatku serta istiqarah memohon kepada Nya yang tiada henti.

"Nak, mungkin ini adalah jawaban doa-doa ibu. Ibu sangat yakin dengan yang ini. dia solih dan sifatnya sangat berbeda dengan bapakmu" kata Ibuku.

" Teh...kata si Bapak mah...kalo Bapak jadi teh heni, si Bapak mah akan menerima da. orangna soleh teh dan baik serta keliatan pekerja keras. pokoknya mah kami setuju" kata Bu Yanti dengan mantap di ujung telepon.

Bu Yanti dan suaminya adalah orang yang sudah sangat berjasa dalam hidup saya. mereka lah yang telah memberikan saya tempat tinggal dan makan gratis di Majalengka. Selama saya studi S2 di Semarang.

Saya S2 di UNDIP Semarang dan  bekerja di UNMA Majalengka. ya..kurang lebih setiap minggu saya bolak balik Majalengka-Semarang.


Bu Yanti dan Suaminya,  sudah saya anggap seperti orang tua saya sendiri. bayangkan, si bapak sempet salting ketika akan menghadapi kedatangan si akang (suami saya  sekarang) ke rumahnya. Hingga dia bingung mau pake sarung, celana panjang atau celana pendek yang biasa hari-hari dia pakai..hehe.

Padahal si akang belum menemui orang tua kandung saya saat itu, tapi yang pertama yang ditemui adalah suaminya bu yanti.
sudah kebayang kan betapa besar peran mereka dalam proses taaruf kami.

kembali lagi ke cerita ke 1 Tahun 4 Bulan....

Hidup bersamanya terasa tenang dan damai. benih cinta setiap hari selalu tumbuh (ciee..ciee hehe). kami sangat menikmati ini. pacaran setelah menikah memang beneran indah. subhanallah...

terus menjadi suami yang sholih, sabar, penyayang.
jangan pernah lelah mendidik dan membimbing saya.
jangan pernah berhenti menjadi  teladan dalam keluarga.

meski sampai 1 tahun 4 bulan, Allah belum memberikan kami amanah.
Insya Allah..hal tersbut tidak akan mengurangi rasa cinta kami.
karena sejatinya hal tersebut adalah dalam kekuasaan Nya.
kami hamba Nya hanya bisa berdoa dan berusaha.

Terimakasih sayang...telah menjadi suami yang tidak pernah marah ketika masakan buatan saya keasinan.
Terimakasih sayang...telah menjadi suami yang tidak pernah marah saat setrikaan dipenghujung weekend menggunung.
Terimkasih sayang...yang sudah dengan ikhlas mendengar curhatan istrimu dari A sampai Z meski kita  LDR an.
Terimakasih sayang... untuk semuanya yang tidak bisa saya tuliskan satu persatu.

Semoga Sakinah, Mawadah, Warahmah senantiasa mengiringi pernikahan kita.

Aamiin....

(LQ, 13 April 2016)