Popular Posts
Mengenai Saya
Blogger templates
Menulis Untuk Peradaban
Blogger news
Blogroll
About
Blog Archive
Diberdayakan oleh Blogger.
Text Widget
About me
Ibu Rumah Tangga, Dosen, Pebisnis online, Blogger, Konsultan IndScript dan Anggota Institut Ibu profesional
Blog Archive
-
▼
2017
(49)
-
▼
Maret
(10)
- Projek Kelas Status Cantik
- Projek Membuat Lembar Persiapan Menyuluh (LPM)
- Projek Membuat Sinopsis
- Ketika Sang Buah Hati Tak Kunjung Hadir
- Jangan Terlalu perkasa
- Aliran Rasa Melatih Kemandiran
- Belajar Masakan Sederhana (Day 10)
- Berbisnis Melatih Kemandirian (Day 9)
- No, Gaptek (Day 8)
- Nyuci Motor Sendiri (Day 7)
-
▼
Maret
(10)
Categories
- #Gameslevel2#Melatihkemandirian#Kelasbunsayiip
- Agribisnis
- Alumni Sekolah Perempuan
- Artikel
- Baby Zea
- Bisnis
- Bunda Sayang
- catatan merah jambu
- Ceritaku...
- Dakwah
- Gaya Belajar Anak
- Ibu Profesional
- IIP
- Kelas Bunda Sayang IIP
- Lomba Nulis SP
- Matrik Ibu Profesional (MIP) Batch #2
- Muslimah
- My Familly My Team
- Review Artikel
- Tips ngatur keuangan
Labels
- #Gameslevel2#Melatihkemandirian#Kelasbunsayiip
- Agribisnis
- Alumni Sekolah Perempuan
- Artikel
- Baby Zea
- Bisnis
- Bunda Sayang
- catatan merah jambu
- Ceritaku...
- Dakwah
- Gaya Belajar Anak
- Ibu Profesional
- IIP
- Kelas Bunda Sayang IIP
- Lomba Nulis SP
- Matrik Ibu Profesional (MIP) Batch #2
- Muslimah
- My Familly My Team
- Review Artikel
- Tips ngatur keuangan
Pages
Flickr Images
BTemplates.com
Feedjit
Senin, 20 Maret 2017
“ Aku terlalu perkasa
Nek?” tanyaku kaget
“ Ya iyalah..pekerjaan
semua kamu tangkas” jawab Nenek.
Kurang lebih itulah
percakapan antara saya dan nenek pagi itu, sambil menikmati secangkir teh jahe
hangat dan menonton berita dari stasiun televisi swasta yang beritanya
terkadang tidak objektif. Sudah gak usah dijawab TV mana itu hehe.
Perkataan nenek tadi
terngiang-ngiang ditelinga saya dan berlari-lari dipikiran saya. Benarkah saya
terlalu perkasa?
Memang benar, selama ini saya nyaris mengerjakan semua pekerjaan rumah baik itu bagiannya istri seperti nyuci, nyapu, ngepel, beres-beres dan masak, hingga pekerjaan yang memang bagiannya laki-laki.
Memang benar, selama ini saya nyaris mengerjakan semua pekerjaan rumah baik itu bagiannya istri seperti nyuci, nyapu, ngepel, beres-beres dan masak, hingga pekerjaan yang memang bagiannya laki-laki.
Mencoba untuk
flashback, mungkin ini salah satunya dikarenakan saya sudah terlalu mandiri. Sudah
terbiasa menyelesaikan pekerjaan dan masalah sendiri. Dilihat dari sisi
ekonomi, ketika masih single saya termasuk sudah mandiri jika dibanding dengan
teman seusiaku. Ya, setidaknya sudah tidak meminta uang lagi ke orang tua. Malah
sebaliknya, saya tangkas semua biaya hidup keluarga dan biaya kuliah adik saya.
Padahal kala itu saya dan adik saya sama-sama masih study. Saya sedang
menyelsaikan S2 sementara adik saya, Rina, sedang menyelesaikan pendidikan
starta satunya di prodi arsitektur.
Bagaimana saya tidak
memutar otak kala itu, penghasilan saya harus dibagi ke pos-pos pengeluaran.
Berobat bapak, makan orang tua, biaya saya dan adik saya. Beruntungnya kami
beruda mendapatkan beasiswa. Jadi biaya kuliah tidak terlalu berat.
Ketika ada pemasalahan,
tidak ada tempat yang bisa saya curhati. Kakak laki-laki tidak punya, bapak pun
tidak bisa berperan sebagai seorang bapak kala itu, padahal masih sehat. Tapi
sama sekali tidak ada perannya. Alhasil, saya selalu mencurahkan kegetiran dan
beratnya memikul beban hidup ini kepada Nya dan kepada ibu saya saja. Dalam
hati saya berteriakn, saya harus kuat, saya tidak boleh kalah dengan keadaan, saya tidak boleh
menyerah pada nasib.
Disinilah bedanya saya
dengan teman sebaya saya. Ketika teman dengan mudahnya mendapatkan apa yang
mereka inginkan, sementara saya harus berjuang dengan peluh keringat untuk
mendapatkannya. Apalagi bapak sudah terkena stroke. Lengkap sudah beban
tanggung jawab saya. Untungya ibu saya juga bukan orang yang bisanya hanya diam,
dia seorang pedagang ulung. Ibu selalu memutar modal yang hanya
seuprit, demi bisa menjalankan roda perekenomian keluarga. Sering saya
terengah-engah menanggung beratnya beban hidup. Padahal saya masih single kala
itu, harus menjadi tulang punggung keluarga sungguh lelah dan mneyakitkan. Memang begitu kejam sistem kapitalis ini. Membiarkan
seoarang anak gadis menganggung hidup keluarganya.
‘Menikahlah kamu Nak,
usiamu sudah sangat mapan, teman-teman seusiamu sudah banyak yang menikah bahkan
anaknya ada yang sudah 2” pinta ibu.
Saat itu saya hanya
bisa menghela nafas panjang, “ kalo saya menikah, saya takut tidak bisa memberi uang lagi ke ibu, saya sudah nyaman dengan kondisi saya sekarang, saya tidak
butuh laki-laki lagi bu” kataku.
“Hush..jangan gitu
istigfar, perempuan itu harus menikah, karena itu pula yang di sunahkan oleh
Rosul kita” jawab Ibu.
“menikahlah…ibu doakan
suamimu kelak orang yang sangat sholih, tidak seperti bapakmu” timpalnya lagi.
“menikah? Apakah tidak
akan menghambat karir saya nantinya? Ah..hen…buat apa kamu ngaji sementara
pikiranmu masih sekuler? Astagfirulloh…” begitulah perang pemikiran dibenakku.
Pendek cerita,
Alhamdulillah akhirnya saya bertemu dengan seorang ikhwan yang perwatakannya
1800 berbeda dengan bapak.
Jika bapak keras
memperlakukann anak-nakanya, ia begitu lembut dan sangat penyayang.
Apalagi dia termasuk
laki-laki yang gemar shalat berjamaah di mesjid.
Nyaris, tak pernah ada
pertengkaran sampai usia pernikhan kami menginjak 2 tahun.
Hanya baru ada kritik
kemarin dari Nenek. Nenek yang ketemu gede. Dan saat ini kami tinggal satu
rumah.
Nasihat yang menghujam
pada hati, bahwa jadi seorang istri jangan terlalu perkasa, berilah suamimu
kesempatan dan kercayaan untuk melakukan dan menyelesaikan sesuatu.
Meskipun saya bisa,
pura-pura saja tidak bisa. Dan sesekali bermanja-manja lah, dengan suami, suami
biasanya suka dengan istrinya yang manja.
“Baiklah kalau begitu,
saya akan coba..bismiliilah” tekadku dalam hati.
Nasihat membangun itu
perlu diperhatikan dan harus diterapkan. Buat pak suami yang masih dinas Luar
Negeri, ketika kamu pulang ke Indonesia, kamu akan melihat perubahan sikap
istrimu dan semoga ini bisa menambah mawadah bagi kita. Aamiin.
Label:
Ceritaku...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar